🌠Mind Mapping Mengenai Sistem Pemerintahan Pada Masa Demokrasi Parlementer
Banyakpengusaha bumiputra yang menjual lisensi impor yang diberikan oleh pemerintah kepada para pengusaha non-bumiputra. Dalam praktiknya, program ekonomi Gerakan Benteng mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan karena para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha etnis Tionghoa yang berpengalaman dalam kerangka sistem ekonomi
Democracy, maka berkembang keinginan agar sistem pemerintahan yang dibangun adalah sistem Parlementer ataupun setidak-tidanya varian dari sistem Pemerintahan Parlementer.1 Namun terlepas dari kenyataan bahwa sistem Parlementer itu pernah gagal yaitu pada saat munculnya Maklumat Pemerintah 3 November 1945 tentang
Pembahasan Pada periode 1950-1959, Indonesia menerapkan sistem demokrasi parlementer. Sistem parlementer merupakan sistem pemerintahan yang parlemennya memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Parlemen dapat mengangkat serta memberhentikan perdana menteri dengan mosi tidak percaya. Sistem ini terinspirasi dari negara-negara Barat.
Kebijakanpolitik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer memiliki empat tujuan utama yaitu : Berusaha menghapuskan penjajahan di atas dunia sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea pertama. Mendapatkan pengakuan kedaulatan dari dunia internasional. Meruntuhkan sistem kolonial secara menyeluruh.
Dengandemikian, dapat disimpulkan bahwa pada periode 1949-1959, negara Indonesia menganut demokrasi parlementer. Baca juga: Sistem Demokrasi di Indonesia. Berikut ini enam indikator ukuran kesuksesan pelaksanaan demokrasi pada masa pemerintahan parlementer: Pertama, lembaga perwakilan rakyat atau parlemen berperan tinggi dalam proses
Padamasa ini dapat dikatakan sebagai masa kejayaan demokrasi karena hampir semua unsur demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudannya. Proses Pemungutan Suara di TPS Unsur-unsur itu antara lain adalah akuntabilitas politis yang tinggi, peranan yang sangat tinggi pada parlemen, pemilu yang bebas, dan terjaminnya hak politik rakyat.
TUGAS• Buatlah mind mapping mengenai sistem pemerintahan pada masa Demokrasi. Parlementer! 64 Kelas XII SMA/MA. 2. Sistem Kepartaian. Partai politik merupakan suatu kelompok terorganisir yang anggota- anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Padamasa Demokrasi Parlementer diwarnai dengan pergantian tujuh kabinet. Hampir semua kabinet yang dibentuk merupakan zaken kabinet (kabinet yang menteri-menterinya dipilih berdasarkan keahliannya) dan didukung oleh koalisi dari berbagai partai. Namun, komposisi dan kekuatan kelompok oposisi sering kali berubah-ubah, akibatnya kabinet jatuh
Padamasa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, tanggal 13 Desember dicanangkan sebagai hari Nusantara dan ketika masa Presiden Megawati dikeluarkan keputusan Presiden No. 126/2001 tentang hari Nusantara dan tanggal 13 resmi menjadi hari perayaan nasional. TUGAS • Buatlah mind mapping mengenai sistem pemerintahan pada masa Demokrasi
.
Masa Demokrasi Parlementer adalah masa ketika pemerintah Indonesia menggunakan Undang-undang Dasar Sementara 1950 sebagai undang-undang Negara Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 238. Demokrasi Parlementer juga disebut sebagai masa Demokrasi Liberal karena sistem politik dan ekonomi yang berlaku menggunakan prinsip-prinsip liberalisme. Pemerintahan Indonesia pada tahun 1950 sampai 1959 menganut sistem demokrasi parlementer. Tepatnya, Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan parlementer yaitu pada 17 Agustus 1950 hingga 6 Juli 1959. Bagaimana perkembangan politik, ekonomi & kehidupan masyarakat pada masa ini? Berikut pemaparannya. Perkembangan Politik Masa Demokrasi Parlementer Seperti yang sudah dijelaskan di atas, pada masa Demokrasi Parlementer undang-undang yang digunakan sebagai landasan hukum negara adalah UUD Sementara 1950. Sistem pemerintahan negara menurut UUD Sementara 1950 adalah sistem parlementer. Apa yang dimaksud dengan sistem parlementer? Berikut penjelasannya. Sistem Pemerintahan Masa Demokrasi Parlementer Sistem Pemerintahan yang digunakan pada masa demokrasi parlementer adalah sistem parlementer yang artinya Kabinet disusun menurut perimbangan kekuatan kepartaian dalam parlemen. Dalam sistem ini, parlemen sangat berkuasa. Apabila kabinet dipandang tidak mampu menjalankan tugas, maka parlemen dapat dengan segera membubarkannya. Kabinet yang digunakan pada masa Demokrasi Parlementer adalah sistem Zaken Kabinet. Zaken kabinet adalah suatu kabinet yang para menterinya dipilih dari tokoh-tokoh yang ahli di bidangnya, tanpa mempertimbangkan latar belakang partainya. Kabinet yang Terbentuk pada Masa Demokrasi Parlementer Tercatat terdapat 7 kabinet pada masa demokrasi parlementer. Beberapa kabinet yang terbentuk pada masa demokrasi parlementer adalah kabinet Natsir, Sukiman-Suwirjo, Wilopo, Ali Sastroamidjojo I, Burhanuddin Harahap, Ali Sastroamidjojo II, dan Kabinet Djuanda. Berikut adalah pemaparan masing-masing kabinet yang berdiri pada masa ini. No. Nama kabinet Perdana Menteri Jumlah personel Awal masa kerja Akhir masa kerja 1. Natsir Mohammad Natsir 18 6-September-1950 21-Maret-1951 2. Sukiman-Suwirjo Sukiman Wirjosandjojo 20 27-April-1951 23-Februari-1952 3. Wilopo Wilopo 18 3-April-1952 3-Juni-1953 4. Ali Sastroamidjojo I Ali Sastroamidjojo 20 1-Agustus-1953 24-Juli-1955 5. Burhanuddin Harahap Burhanuddin Harahap 23 12-Agustus-1955 3-Maret-1956 6. Ali Sastroamidjojo II Ali Sastroamidjojo 25 24-Maret-1956 14-Maret-1957 7. Djuanda Djuanda Kartawidjaja 24 9-April-1957 5-Juli-1959 Sistem Kepartaian Masa Demokrasi Parlementer Sistem kepartaian yang dianut pada Masa Demokrasi Parlementer adalah sistem multi partai. Artinya, sistem ini memiliki banyak partai politik. Menurut Tim Kemdikbud 2017, hlm. 240 Partai-partai yang berdiri pada masa demokrasi parlementer adalah sebagai berikut. Nama Partai Pimpinan Tanggal Berdiri Majelis Syuro Muslimin Indonesia Masyumi Dr. Sukirman Wiryosanjoyo 7 November 1945 Partai Nasional Indonesia PNI Sidik Joyosukarto 29 Januari 1945 Partai Sosialis Indonesia PSI Amir Syarifuddin 20 November 1945 Partai Komunis Indonesia PKI Mr. Moh. Yusuf 7 November 1945 Partai Buruh Indonesia PBI Nyono 8 November 1945 Partai Rakyat Jelata PRJ Sutan Dewanis 8 November 1945 Partai Kristen Indonesia Parkindo Ds. Probowinoto 10 November 1945 Partai Rakyat Sosialis PRS Sutan Syahrir 20 November 1945 Persatuan Marhaen Indonesia Permai JB Assa 17 Desember 1945 Partai Katholik Republik Indonesia PKRI IJ Kassimo 8 Desember 1945 Partai-partai politik yang berdiri di masa demokrasi parlementer cenderung memperjuangkan kepentingan golongan dari pada kepentingan nasional. Partai-partai ini saling bersaing, saling mencari kesalahan serta saling menjatuhkan. Bahkan partai-partai politik yang tidak memegang jabatan kabinet dan tidak memegang peranan penting dalam parlemen sering melakukan tindakan oposisi kurang sehat yang berusaha menjatuhkan partai politik yang memerintah. Pemilu 1955 Pada tahun 1955 diselenggarakan pemilihan umum Pemilu pertama di Indonesia. Pemilu pertama ini merupakan salah satu tonggak demokrasi pertama di Indonesia. Keberhasilan penyelenggaraan Pemilu tahun 1955 menandakan telah berjalannya demokrasi yang melibatkan rakyat secara langsung. Dalam pemilu ini, rakyat dapat menggunakan hak pilihnya untuk memilih wakil-wakil yang mereka percaya. Banyak kalangan yang menilai bahwa Pemilu 1955 merupakan Pemilu paling demokratis yang dilaksanakan di Indonesia. Pemilu pertama ini melibatkan 39 juta rakyat Indonesia yang memberikan suaranya. Pemilihan umum 1955 dilaksanakan dalam 2 tahap, yakni meliputi Pemilu 1955 tahap pertama dilaksanakan pada 29 September 1955. Tahap ini memilih anggota DPR yang berjumlah 250 orang. Perolehan suara terbanyak pada Pemilu ini dimenangkan oleh empat partai politik, yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Pemilu 1955 tahap kedua dilaksanakan pada pada 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante yang akan bertugas untuk membuat Undang-undang Dasar yang tetap, untuk menggantikan UUD Sementara 1950. Selanjutnya, anggota DPR hasil Pemilu 1955 dilantik pada 20 Maret 1956, sedangkan pelantikan anggota Konstituante dilaksanakan pada 10 November 1956. Gangguan Keamanan & Pemberontakan pada Masa Demokrasi Parlementer Pemilu tahun 1955 berhasil diselenggarakan dengan lancar, namun ternyata tidak dapat memenuhi harapan rakyat. Pemerintahan masih belum dapat berjalan dengan stabil. Hal ini karena para wakil rakyat terpilih hanya memperjuangkan partainya masing-masing. Pergantian kabinet dalam waktu singkat masih terus saja terus terjadi. Kemudian hal ini akhirnya menyebabkan munculnya berbagai pergolakan di berbagai daerah. Dalam perkembangannya, pergolakan-pergolakan itu mengarah pada gerakan pemberontakan yang berniat memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berikut ini beberapa gerakan pemberontakan yang terjadi pada masa Demokrasi Parlementer meliputi APRA, RMS, Pemberontakan Andi Azis, Pemberontakan PRRI dan Permesta. Berikut adalah pemaparan masing-masing gerakan pemberontakan menurut Tim Kemdikbud 2017, hlm. 242-244. 1. Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil APRA Gerakan APRA dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling dan didasari oleh adanya kepercayaan rakyat akan datangnya seorang ratu adil yang memerintah dengan adil dan bijaksana. Tujuan gerakan APRA adalah untuk mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia dan memiliki tentara tersendiri pada negara bagian RIS. Pada tanggal 23 Januan 1950, pasukan APRA menyerang Kota Bandung serta melakukan pembantaian terhadap anggota TNI. Pemberontakan APRA berhasil ditumpas melalui operasi militer yang dilakukan oleh Pasukan Siliwangi. 2. Pemberontakan Republik Maluku Selatan RMS Pemberontakan RMS Republik Maluku Selatan dipimpin oleh Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil. Gerakan ini menolak pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka ingin melepaskan diri dari NKRI karena menganggap Maluku dapat mandiri secara ekonomi, politik, dan geografis untuk berdiri sendiri. Penyebab utama munculnya Gerakan RMS adalah masalah pemerataan jatah pembangunan daerah yang dirasakan terlalu kecil, tidak sebanding dengan daerah di Jawa. Pemberontakan ini dapat diatasi melalui ekspedisi militer yang dipimpin oleh Kolonel Kawilarang, yakni Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur. 4. Pemberontakan Andi Azis Pemberontakan Andi Aziz terjadi pada 5 April 1950. Peristiwa ini berawal dari tuntutan Kapten Andi Aziz dan pasukannya terhadap pemerintah Indonesia agar hanya mereka yang menjadi pasukan kemanan untuk mengamankan situasi di Makassar. Pada saat itu, di Makassar sering terjadi bentrokan antara kelompok propersatuan dengan kelompok pro-negara federal. Tuntutan ini tentunya tidak dipenuhi, dan pemerintah tetap mendatangkan TNI sebagai pasukan keamanan. Andi Aziz dan pasukannya yang kecewa kemudian bereaksi dengan menduduki beberapa tempat penting di Makassar, seperti pos-pos militer, kantor telekomunikasi, lapangan terbang, serta menahan Letnan Kolonel Mokoginta yang merupakan Panglima Tentara Teritorium Indonesia Timur. Pada akhirnya Andi Azis dan pasukannya yang memberontak akhirnya menyerah dan ditangkap oleh pasukan militer RI di bawah pimpinan Kolonel Kawilarang. 5. Pemberontakan PRRI dan Permesta Pemberontakan PRRI/Permesta terjadi di Sumatra dan Sulawesi yang disebabkan oleh adanya hubungan yang kurang harmonis antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal tersebut karena jatah keuangan yang diberikan oleh pemerintah pusat tidak sesuai dengan anggaran yang diusulkan. Akhirnya, hal itu menimbulkan dampak ketidakpercayaan terhadap pemerintah pusat. Selanjutnya mereka membentuk gerakan dewan yang meliputi Dewan Banteng di Sumatera Barat dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein, Dewan Gajah di Sumatera Utara dipimpin oleh Letkol Simbolon, Terdapat pula Dewan Garuda di Sumatera Selatan pimpinan Letkol Barlian, dan Dewan Manguhi di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Letkol Ventje Sumual. Puncak pemberontakan ini terjadi pada tanggal 10 Februari 1958. Ketua Dewan Banteng mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah pusat. Isi ultimatum tersebut meminta agar Kabinet Djuanda harus mengundurkan diri dalam waktu 5×24 jam. Setelah menerima ultimatum itu, pemerintah pusat bertindak tegas dengan cara memberhentikan Letkol Achmad Husein secara tidak hormat. Karena ultimatumnya ditolak pemerintah, pada 15 Februari 1958, Letkol Ahmad Husein mengumumkan berdirinya PRRI kemudian diikuti oleh pengumuman Permesta pada 17 Februari 1958 di Sulawesi. Untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta, pemerintah melancarkan operasi militer. Pada 29 Mei 1961, Ahmad Husein dan tokoh-tokoh PRRI lainnya akhirnya menyerah. Konferensi Asia Afrika KAA dan Deklarasi Djuanda Masa Demokrasi Parlementer memang mengalami banyak gangguan stabilitas politik dan keamanan. Namun, pemerintah pada masa Demokrasi Parlementer juga mampu mewujudkan beberapa keberhasilan yang membanggakan. Keberhasilan tersebut di antaranya adalah Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika KAA dan Deklarasi Djuanda. Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika KAA Konferensi Asia Afrika KAA diselenggarakan pada tanggal 18 hingga 24 April 1955 di Bandung. Konferensi ini dihadiri oleh 29 negara. Sidang berlangsung selama satu minggu dan menghasilkan sepuluh prinsip yang dikenal dengan Dasasila Bandung. Isi dari dasasila Bandunga adalah sebagai berikut. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam piagam PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa. Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar maupun kecil. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soalan-soalan dalam negeri negara lain. Menghormati hak-hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian ataupun kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB. Tidak menggunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara besar dan tidak melakukannya terhadap negara lain. Tidak melakukan tindakan-tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah maupun kemerdekaan politik suatu negara. Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrasi, ataupun cara damai lainnya, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBBcc. Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama. Menghormati hukum dan kewajiban–kewajiban internasional. Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika KAA meningkatkan pamor Indonesia. Karena, sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia mampu menyelenggarakan konferensi tingkat internasional. Keuntungan lainnya adalah adalah dukungan bagi pembebasan Irian Barat yang saat itu masih dikuasai Belanda. Konferensi Asia Afrika KAA juga berpengaruh terhadap dunia internasional. Konferensi ini menjadi awal lahirnya organisasi gerakan Non-Blok. Setelah berakhirnya KAA, beberapa negara di Asia dan Afrika mulai memperjuangkan nasibnya untuk mencapai kemerdekaannya. Deklarasi Djuanda Sebelum Deklarasi Djuanda, Indonesia masih menggunakan peraturan kolonial terkait dengan batas wilayah. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa laut teritorial Indonesia lebarnya hanya 3 mil dari garis air rendah pada pulau-pulau dan bagian pulau yang merupakan bagian dari wilayah daratan Indonesia. Batas 3 mil itu menyebabkan adanya laut-laut bebas yang memisahkan pulau-pulau Indonesia. Batas itu menyebabkan kapal-kapal asing bebas mengarungi lautan tersebut tanpa hambatan. Kondisi ini akan menyulitkan Indonesia dalam melakukan pengawasan wilayah Indonesia. Melihat kondisi inilah kemudian pemerintahan Kabinet Djuanda mendeklarasikan hukum teritorial. Deklarasi tersebut kemudian dikenal sebagai Deklarasi Djuanda. Isi dari Deklarasi Djuanda adalah sebagai berikut. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat, untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan asas negara Kepulauan, dan untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI. Penetapan Deklarasi Djuanda dilakukan dalam Konvensi Hukum Laut III PBB Tahun 1982 United Nations Convention On The Law of The Sea/ UNCLOS 1982. Pengakuan Deklarasi Djuanda memperluas wilayah Indonesia hingga 2,5 kali lipat, yakni dari km² menjadi km². Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Parlementer Pada masa Demokrasi Parlementer, bangsa Indonesia menghadapi permasalahan ekonomi. Permasalahan tersebut mencakup permasalahan jangka pendek dan jangka panjang. Permasalahan jangka pendek yang dihadapi Indonesia saat itu adalah tingginya jumlah uang yang beredar dan meningkatnya biaya hidup. Sementara permasalahan jangka panjangnya adalah pertambahan jumlah penduduk yang diiringi tingkat kesejahteraan yang rendah. Untuk memperbaiki kondisi ekonomi, pemerintah melakukan berbagai upaya sebagai berikut. 1. Gunting Syafruddin Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dan mengatasi defisit anggaran, pada tanggal 20 Maret 1950, Menteri Keuangan, Syafrudin Prawiranegara, mengambil kebijakan memotong semua uang yang bernilai Rp2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengah. Melalui kebijakan ini, jumlah uang yang beredar dapat dikurangi. 2. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng Sistem Ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional. Struktur ekonomi kolonial membawa dampak perekonomian Indonesia banyak didominasi oleh perusahaan asing dan ditopang oleh kelompok etnik Tionghoa sebagai penggerak perekonomian Indonesia. Kondisi inilah yang ingin diubah melalui sistem ekonomi Gerakan Banteng. Tujuan dari sistem ekonomi Gerakan Banteng adalah sebagai berikut. Menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan bangsa Indonesia. Maksudnya, para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit. Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju. Gerakan Benteng dimulai pada bulan April 1950. Hasilnya selama 3 tahun 1950-1953 lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi, tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik dan mengakibatkan beban keuangan pemerintah semakin besar. Tidak dapat tercapainya tujuan Gerakan Banteng antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut. Pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha nonpribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal. Para pengusaha pribumi memiliki mental yang cenderung konsumtif. Para pengusaha pribumi sangat bergantung pada pemerintah. Kurang mandirinya para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah. Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh. 3. Nasionalisasi Perusahaan Asing Nasionalisasi perusahaan asing dilakukan dengan cara mencabut hak milik Belanda atau asing yang kemudian diambil alih sebagai milik pemerintah Republik Indonesia. Kebijakan nasionalisasi yang dilakukan pemerintah terbagi dalam dua tahap, yakni sebagai berikut. Tahap pertama yaitu tahap pengambilalihan, penyitaan, dan penguasaan. Tahap kedua yaitu tahap pengambilan kebijakan yang pasti, yakni perusahaan-perusahaan yang diambil alih itu kemudian dinasionalisasikan. 4. Finansial Ekonomi Finek Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, Indonesia mengirim delegasi ke Belanda untuk merundingkan masalah Finansial Ekonomi Finek. Perundingan ini dilakukan pada tanggal 7 Januari 1956. Rancangan persetujuan Finek yang diajukan Indonesia terhadap pemerintah Belanda adalah sebagai berikut Pembatalan Persetujuan Finek hasil KMB. Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral. Hubungan Finek didasarkan atas undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain. Usulan Indonesia ini tidak diterima oleh Pemerintah Belanda. Pada akhirnya pemerintah Indonesia secara sepihak melaksanakan rancangan fineknya, yakni dengan membubarkan Uni Indonesia-Belanda pada tanggal 13 Febuari 1956 dengan tujuan melepaskan diri dari ikatan ekonomi dengan Belanda. Dampak dari pelaksanaan finek ini adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya. Sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut. 5. Rencana Pembangunan Lima Tahun RPLT Pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintah menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956–1961. Rencana ini tidak berjalan dengan baik disebabkan oleh hal-hal berikut. Depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot. Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi. Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 248. Kehidupan Masyarakat Indonesia pada Masa Demokrasi Parlementer Kehidupan masyarkat pada masa Demokrasi Parlementer mengalami gejolak dalam berbaga bidang seperti sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesenian. Keadaan Sosial Kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer banyak dipengaruhi oleh gejolak politik dan permasalahan ekonomi. Gejolak politik menyebabkan munculnya gangguan kemanan di berbagai tempat. Sementara perbaikan ekonomi yang tidak berjalan lancer menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran. Pendidikan Pada tahun 1950, diadakan pengalihan masalah pendidikan dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat. Kemudian, disusunlah suatu konsepsi pendidikan yang dititikberatkan kepada spesialisasi. Hal itu karena menurut Menteri Pendidikan pada masa itu, bangsa Indonesia sangat tertinggal dalam pengetahuan teknik yang sangat dibutuhkan di era modern. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pendidikan umum dan pendidikan teknik dilaksanakan dengan perbandingan 31. Maksudnya, setiap pendirian 3 sekolah umum, akan diadakan 1 sekolah teknik. Setiap lulusan sekolah dasar diperbolehkan melanjutkan ke sekolah teknik menengah yang berdurasi selama 3 tahun. Setelah itu, mereka juga dapat melanjutkan ke sekolah teknik atas selama 3 tahun lagi. Setelah sekolah teknik menengah dan sekolah teknik atas, diharapkan lulusannya dapat memiliki kompetensi dan mampu mengerjakan suatu bidang teknik tertentu. Selain itu, karena Indonesia merupakan negara kepulauan, di beberapa kota seperti Surabaya, Makassar, Ambon, Manado, Padang, dan Palembang diadakan Akademi Pelayaran, Akademi Oseanografi , dan Akademi Research Laut. Tenaga pengajarnya didatangkan dari luar negeri seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Prancis. Pada masa Demokrasi Parlementer didirikan beberapa universitas baru di antaranya adalah Universitas Andalas di Padang, Universitas Sumatra Utara di Medan, Universitas Indonesia di Jakarta, Universitas Padjajaran di Bandung, Universitas Airlangga di Surabaya, dan Universitas Hasanuddin di Makassar. Kesenian Pada masa ini juga Indonesia mulai mengalami kemajuan dalam bidang seni. Dalam bidang kesenian, muncul berbagai organisasi seni lukis, seperti organisasi Pelukis Indonesia PI dan Gabungan Pelukis Indonesia GPI. Selain itu, berdiri pula Akademi Seni Rupa Indonesia ASRI di Yogyakarta. Berakhirnya Masa Demokrasi Parlementer Berakhirnya masa demokrasi parlementer atau liberal ditandai dengan dikeluarkannya Dekrit oleh Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante dan kembali pada UUD 1945 yang berisi Pembubaran konstituante. Memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950. Pembentukan MPR dan DPA sementara. Presiden Soekarno menggunakan wewenangnya untuk mengeluarkan dekrit karena sistem pemerintahan parlementer dianggap tidak membawa bangsa Indonesia ke arah kemakmuran, keteraturan dan kestabilan politik. Hal tersebut tampak dari pergantian kabinet yang telah terjadi 7 kali hanya dalam kurun waktu antara 1950-1959 saja. Demokrasi parlementer juga dianggap hanya memancing perdebatan yang tiada ujungnya. Sementara itu kondisi negara malah semakin gawat dan tidak terkendali sehingga mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Referensi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTs Kelas IX. Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Duh, pengen beli baju tapi males ke mall. Beli di online shop aja deh”. Sebagian besar dari kamu pasti pernah beli barang secara online. Mudah sekali, ya jika ingin melakukan transaksi ekonomi saat ini. Tapi, pernah terbayang nggak gimana kehidupan ekonomi Indonesia di masa-masa awalnya merdeka? Pastinya nggak semudah saat ini. Nah, dalam artikel ini, kita akan membahas tentang perkembangan kehidupan ekonomi Bangsa Indonesia di masa demokrasi liberal. Simak, yuk untuk tahu bagaimana kehidupan ekonomi di masa itu. Suasana pertokoan di Indonesia di masa demokrasi liberal. Sumber Sebagai “negara baru”, Indonesia masih harus banyak belajar dalam berbagai hal agar negaranya semakin kuat. Salah satunya adalah dalam bidang ekonomi. Di masa demokrasi liberal, sering terjadi perubahan kabinet yang ternyata berdampak pada kehidupan ekonomi Indonesia saat itu. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, ada beberapa kebijakan yang dilakukan antara lain Gunting Syafruddin Kalau kamu pikir program ini adalah menggunting uang kertas, salah. Salah banget. Kebijakan ini merupakan pemotongan nilai uang. Caranya dengan memotong uang yang bernilai Rp2,50 ke atas hingga nilainya menjadi setengah. Kebijakan ini dikeluarkan pada tanggal 20 Maret 1950 oleh Menteri Keuangan saat itu, Syafruddin Prawiranegara. Kebijakan ini dilakukan dengan cara menggunting uang kertas menjadi dua bagian, bagian kanan dan bagian kiri. Guntingan uang kertas bagian kiri tetap merupakan alat pembayaran yang sah dengan nilai separuh dari nilai nominal yang tertera, sedangkan guntingan uang kertas bagian kanan ditukarkan dengan surat obligasi pemerintah yang dapat dicairkan beberapa tahun kemudian. Kebijakan ini dilakukan pemerintah guna mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat dan menambah kas negara. Ilustrasi kebijakan Gunting Syafruddin. Bagian kiri digunakan sebagai uang, bagian kanan bisa ditukarkan dengan obligasi. Djangan keliru, Squad! Sumber Baca juga Sejarah Kebijakan Gunting Syafruddin Eh, tapi kalau saat ini, kamu jangan coba-coba gunting uang kamu ya, Squad. Bisa-bisa kamu kena denda atau bahkan dipenjara karena melanggar undang-undang. Please, jangan sampe… Gerakan Benteng Kamu masih suka main benteng, gak, Squad? Sumber Salah lagi, Squad! Sistem ekonomi gerakan benteng bukan seperti benteng yang di atas, ya, catet! Sistem ekonomi gerakan benteng bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional. Program ini dicetuskan oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo, seorang ahli ekonomi Indonesia, yang dituangkan dalam program kerja Kabinet Natsir. Pada dasarnya sistem ekonomi ini bertujuan untuk melindungi para pengusaha dalam negeri dengan cara memberikan bantuan berupa kredit dan bimbingan konkret. Sekitar 700 pengusaha dalam negeri telah mendapat bantuan kredit dari pemerintah. Namun, program ini tidak berjalan dengan baik karena kebiasaan konsumtif yang dimiliki oleh pengusaha dalam negeri. Banyak yang menggunakan dana kredit tersebut untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Sumitro Djojohadikusumo. Sumber Sistem Ekonomi Ali Baba Sistem ekonomi Ali Baba diprakarsai oleh Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo menteri ekonomi pada masa Kabinet Ali I. Kabinet ini fokus pada kebijakan Indonesia dan mengutamakan kaum pribumi. Kata “Ali” mewakili pengusaha pribumi dan “Baba” mewakili pengusaha Tionghoa. Program ini berisi pemberian kredit dan lisensi pemerintah untuk pengusaha swasta nasional pribumi agar dapat bersaing dengan pengusaha nonpribumi. Namun, program ini gagal karena pengusaha pribumi masih miskin dibandingkan pengusaha nonpribumi. Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo. Sumber Persetujuan Finansial Ekonomi Finek Pada masa pemerintahan Kabinet Burhanudin Harahap dikirim seorang delegasi ke Jenewa, Swiss untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gde Agung tanggal 7 Januari 1956, adapun kesepakatan yang pada Finek adalah hasil KMB dibubarkan. Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Pada tanggal 13 Februari 1956, Kabinet Burhanudin Harahap melakukan pembubaran Uni-Indonesia dan akhirnya tanggal 3 Mei 1956 Presiden Soekarno menandatangani pembatalan KMB. Gerakan Asaat Gerakan Asaat yang digagas oleh Mr. Asaat bertujuan melindungi perekonomian warga Indonesia asli dari persaingan dagang dengan pengusaha asing khususnya Tionghoa. Pada Oktober 1956, pemerintah menyatakan akan membuat lisensi khusus untuk para pengusaha pribumi. Rencana Pembangunan Lima Tahun RPLT Ketidakstabilan politik dan ekonomi menyebabkan merosotnya ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan. Pada awalnya kabinet menekankan pada program pembangunan ekonomi jangka pendek kemudian dibentuk Badan Perancang Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Pada bulan Mei 1956 biro ini menyusun RPLT. Kalau di saat ini, mungkin sebutan yang sering digunakan adalah Renstra Rencana Strategis mungkin, yaa… Musyawarah Nasional Pembangunan Munap Pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II terjadi ketegangan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musyawarah Nasional Pembangunan Munap. Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Rencana tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena adanya kesulitan dalam menentukan prioritas. Terjadi ketegangan politik. Timbul pemberontakan PRRI/ Permesta. Nasionalisasi Perusahaan Asing Selain kebijakan-kebijakan yang diberlakukan pada warga negara Indonesia, perkembangan kehidupan ekonomi Bangsa Indonesia di masa demokrasi liberal juga tidak lepas dari kehadiran perusahaan-perusahaan asing yang dijadikan menjadi milik pemerintah Indonesia atau lebih dikenal dengan nasionalisasi. Tahap ini dimulai sejak Desember 1958 dengan dikeluarkannya undang-undang tentang nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Beberapa perusahaan asing yang dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia di antaranya adalah Bank Nederlandsche Indische Escompto Maatschappij Bank Dagang Negara, Bank De Nationale Handelsbank N. V Bank Umum Negara, Nederlandsche Handels Maatschappij Bank Exim, Koninklijke Nederlands Indische Luchtvaart Maatschappij/KNILM Garuda Indonesia, dll. Pesawat KNILM. Sumber Nasionalisasi de Javasche Bank Squad pernah jalan-jalan ke Kota Tua Jakarta lalu pergi ke Museum BI Bank Indonesia? Bangunan tersebut punya sejarah yang panjang sebagai saksi kehidupan ekonomi bangsa. Dulunya gedung itu milik Belanda, tepatnya milik de Javasche Bank. Pada tanggal 19 Juni 1951, Kabinet Sukiman membentuk Panitia Nasionalisasi de Javasche Bank yang berdasarkan pada keputusan Pemerintah RI No. 122 dan 123. Pemerintah memberhentikan Dr. Houwing sebagai Presiden de Javasche Bank dan mengangkat Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai Presiden de Javasche Bank yang baru. Pada tanggal 15 Desember 1951 diumumkan Undang-Undang No. 24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Sentral kemudian pada tanggal 1 Juli 1953, de Javasche Bank berganti menjadi Bank Indonesia. de Javasche Bank di Batavia yang sekarang menjadi Museum Bank Indonesia di kawasan Kota Tua Jakarta. Hayo, siapa yang pernah foto-foto di sini? Sumber Itu dia, Squad, perkembangan kehidupan ekonomi Bangsa Indonesia di masa demokrasi liberal. Selain di bidang ekonomi, dalam bidang lainnya pun Bangsa Indonesia sudah berkembang. Untuk tahu apa saja perkembangannya saat itu, kamu bisa belajar lewat video animasi di ruangbelajar. Sumber referensi Abdurakhman. Pradono, A. Sunarti, L. Zuhdi, S. 2015 Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas XII. Jakarata Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sumber foto Ilustrasi suasana pertokoan Indonesia di masa demokrasi liberal [Daring]. Tautan Diakses 27 November 2020 Ilustrasi kebijakan Gunting Syafruddin [Daring]. Tautan Diakses 27 November 2020 Ilustrasi main benteng [Daring]. Tautan Diakses 27 November 2020 Foto Sumitro Djojohadikusumo [Daring]. Tautan Diakses 27 November 2020 Foto Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo [Daring]. Tautan Diakses 27 November 2020 Foto Pesawat KNILM [Daring]. Tautan Diakses 27 November 2020 Foto de Javasche Bank di Batavia [Daring]. Tautan Diakses 27 November 2020 Artikel diperbarui pada 27 November 2020
mind mapping mengenai sistem pemerintahan pada masa demokrasi parlementer